Bacaan Hari Jumat, 17 Maret 2023
Markus, 12 : 28b - 34
-------------------------------
Kita telah memasuki hari Jumat Minggu Prapaskah ke-3. Orang-orang Yahudi dan farisi terus mencobai dan menjebak Yesus agar mendapat alasan untuk ditangkap dan disiksa bahkan dibunuh. Kehadiran Yesus dengan ajaran-ajaran -Nya sangat mengganggu dan menyinggung mereka.
Hari ini, penginjil Markus menceritakan tentang orang-orang yahudi ingin mencobai Yesus pandangan-Nya akan hukum yang paling utama. Mereka pingin tau apakah Yesus menghargai hukum Musa melebihi seperti yang mereka harapkan ?
Yesus justru mendefenisikan hukum itu ke dalam esensinya: " Kasihilah Allah dengan segala yang kau miliki dan kasihilah sesamamu seperti dirimu sendiri." (ay. 30 - 31 ) Jawaban Yesus menarik, yang diminta satu jawaban yang terutama tetapi Ia menjawab dua hukum. Mengapa ? Karena keduanya hukum ini punya keterkaitan dan saling melengkapi. Kita tudak dapat melakukan yang satu tanpa yang lain. Hukum ini meringkas seluruh hukum yang tertulis pada dua loh batu yang diterima Musa. Hukum itu menyatakan kewajiban manusia kepada Allah dan tanggungjawab kepada sesama.
Hukum itu menyatakan kewajiban manusia kepada Allah dan tanggung jawab kepada sesama.
Kasih memang penting untuk mendasari sebuah relasi. Kita bisa saja menaati firman Allah tanpa mengasihi Dia. Namun ketaatan demikian bersifat hampa. Sebaliknya bila kita mengasihi Dia, niscaya kita menaati Dia. Selain itu kita harus mengasihi sesama seperti mengasihi diri sendiri. Kemampuan mengasihi sesama bergantung pada pemahaman bahwa Allah mengasihi mereka juga. Misalnya jika orang membuat kita marah, apa kita akan balas dendam? Jika ya, berarti sikap merekalah yang mendasari tindakan kita bukan firman Allah. Lalu apa kita harus tidak peduli perlakuan orang lain? Tidak. Alkitab mengajari kita cara berurusan dengan orang lain dan menangani perasaan saat merasa terluka. Namun solusi Allah dirancang untuk menghasilkan rekonsiliasi dan pertumbuhan iman. Bukan untuk balas dendam atau mengendalikan orang lain. Ingatlah bahwa tiap orang berharga di mata Allah. Pemulihan hubungan berarti menghargai Allah dan itu mewujud dalam sikap kita terhadap sesama sebagai ciptaan Allah.
Yang seharusnya diutamakan: kasih!
Sebagian saudara-saudari kita di Barat sudah berani memakai suatu istilah yang sangat jujur: church industry (terjemahan bebas: industri rohani). Makna istilah ini luas, dan tidak dengan sendirinya berkonotasi buruk. Bait Allah dengan berbagai institusinya seperti korban bakaran dan sembelihan juga adalah salah satu contoh "industri rohani" pada zaman Yesus. Semuanya dipakai Allah untuk menjadi berkat bagi umat-Nya. Tetapi semuanya juga terbuka kepada penyelewengan, ketika entah institusi korban bakaran, penerbitan SH, buku/kaset rohani dll. dilakukan semata hanya demi memenuhi kebutuhan religiositas belaka, baik yang bersifat formal ataupun emosional (atau malah cari untung!), dan bukan agar umat makin mengasihi Allah dan sesamanya dalam kasih yang sejati dan hidup.
Penyelewengan seperti ini yang berkali-kali dikecam para nabi, dan terakhir oleh Yesus sendiri (lht. pasal 7). Ini juga disadari oleh sang ahli Taurat. Hal yang paling utama adalah pengajaran yang dikutip dari Ul. 6:4-5, mengasihi Allah, dan mengasihi sesama, bukan pemuasan kebutuhan rohani yang emosional/formal. Lubang jebakan inilah yang mengintai Kristen masa kini. Kasih yang konsisten terhadap Allah dan manusia adalah yang terutama dalam hidup Kristen. Tanpanya, Kristen hanya akan menjadi pendusta rohani dan jauh dari Kerajaan Allah.
Tugas kita: mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran (I Yoh. 3:18).
Komentar
Posting Komentar