Bacaan Injil, Jumat 07 Juli 2023
Matius, 9 : 9 - 13
Hari ini kita mendengarkan kisah tentang Panggilan Matius, seorang pemungut cukai dalam injil Matius. Markus dan Lukas memanggilnya Lewi; pada waktu itu biasa bagi seseorang untuk mempunyai dua nama. Mungkin Matius adalah namanya yang paling dikenal sebagai pemungut cukai, dan karena itu, dalam kerendahan hatinya, ia menyebut dirinya dengan nama itu daripada dengan nama Lewi yang lebih terhormat. Sebagian orang berpikir bahwa Kristus memberinya nama Matius ketika Ia memanggilnya untuk menjadi seorang rasul; seperti Simon yang diberi-Nya nama belakang Petrus. Matius berarti karunia Allah; para hamba Tuhan adalah karunia Allah bagi gereja; pelayanan mereka dan kemampuan mereka untuk melakukannya adalah karunia Allah bagi mereka.
Apa yang sedang dilakukan Matius ketika Kristus memanggilnya. Ia sedang duduk di rumah cukai, karena ia seorang pemungut cukai (Mat. 9:9 ). Ia seorang petugas bea cukai di pelabuhan Kapernaum, atau petugas pajak, atau pemungut pajak atas tanah.
Pekerjaan Matius pada jaman itu merupakan panggilan yang tidak disukai oleh orang-orang benar, karena pekerjaan itu dipenuhi dengan begitu banyak korupsi dan godaan, dan hanya ada sedikit saja orang jujur yang bekerja dalam pekerjaan itu. Matius sendiri mengakui orang seperti apa dia sebelum bertobat, seperti halnya juga Rasul Paulus (1Tim. 1 : 13), supaya anugerah Kristus dalam memanggilnya lebih berlimpah, dan untuk menunjukkan bahwa Allah memiliki sisa-sisa umat-Nya di antara berbagai macam orang. Tidak ada orang yang bisa membenarkan dirinya untuk tidak percaya dengan menjadikan pekerjaannya di dunia ini sebagai alasannya, karena ada sebagian orang yang telah diselamatkan dari pekerjaannya yang penuh pekerjaan dosa, dan ada juga yang dari pekerjaan yang benar.
Adanya kekuatan yang menggerakkan dalam panggilan ini. Kita tidak mendapati Matius mencari-cari Kristus atau berkeinginan untuk mengikuti-Nya, walaupun beberapa saudaranya sudah menjadi murid-murid Kristus. Kristus menggerakkannya dengan berkat-berkat kebaikan-Nya sendiri. Ia ditemukan di antara orang-orang yang tidak mencari-Nya. Kristus berbicara terlebih dulu; bukan kita yang memilih Dia, melainkan Dia yang memilih kita. Dia berkata, "Ikutlah Aku," dan kuasa ilahi yang sama yang menyertai perkataan untuk mengubah hati Matius ini jugalah yang menyertai perkataan, "Bangunlah dan berjalanlah" untuk menyembuhkan orang yang menderita lumpuh (Mat. 9 : 6 ).
Panggilan itu membuahkan hasil, karena Matius menurutinya; ia berdiri, lalu mengikut Dia dengan segera. Ia tidak menolak dan juga tidak menunda-nunda untuk mematuhi-Nya. Kuasa anugerah Allah akan segera menjawab dan mengatasi segala rintangan. Penghasilan atau keuntungan yang ia peroleh dari pekerjaannya itu tidak dapat mencegahnya untuk mengikut Kristus ketika Dia memanggilnya. Ia tidak minta pertimbangan dari manusia (Gal. 1:15 - 16). Ia berhenti melakukan pekerjaannya, dan membuang harapan-harapannya untuk bisa mendapatkan kedudukan tinggi dalam pekerjaannya itu; dan walaupun kita mendapati murid-murid yang dulunya nelayan kadang-kadang masih menjala ikan lagi setelahnya, kita tidak pernah mendapati Matius di rumah cukai lagi.
Pergaulan Kristus dengan para pemungut cukai dan orang berdosa pada kesempatan ini; Kristus memanggil Matius, supaya ia bisa memperkenalkan diri-Nya kepada orang-orang yang juga mempunyai pekerjaan yang sama seperti dia. Yesus makan di rumah (ay.10). Penulis-penulis Injil lain berkata bahwa Matius mengadakan sebuah pesta besar, yang tidak mampu diadakan oleh nelayan-nelayan miskin ketika mereka dipanggil. Tetapi ketika Matius sendiri berbicara mengenai hal ini, ia tidak berkata bahwa itu adalah rumahnya, atau juga bahwa itu merupakan sebuah pesta, tetapi hanya berkata bahwa Ia makan di rumah. Dengan demikian ia lebih mengingat kebaikan Kristus kepada para pemungut cukai daripada penghormatan yang ia berikan kepada-Nya. Ketika Matius mengundang Kristus, ia juga mengundang murid-murid-Nya untuk ikut datang bersama-Nya. Orang yang menerima Kristus harus menerima juga semua orang kepunyaan-Nya demi Dia, dan harus menyediakan ruang di dalam hatinya bagi mereka.
Matius mengundang banyak pemungut cukai dan pendosa untuk makan bersama-sama dengan Dia. Ini adalah tujuan utamanya dalam mengundang teman-temannya ini, yaitu supaya ia mendapat kesempatan untuk memperkenalkan teman-teman lamanya kepada Kristus. Dia tahu dari pengalaman bagaimana anugerah Kristus sanggup melakukan hal-hal yang luar biasa, dan ia tidak kehilangan harapan untuk teman-temannya ini. Orang yang dibawa kepada Kristus sendiri pasti ingin agar orang lain juga bisa dibawa kepada-Nya, dan sangat bersemangat untuk menyumbangkan sesuatu agar bisa mewujudkan hal itu. Orang yang mengalami anugerah sejati tidak akan puas memakan makanannya sendiri, melainkan akan mengundang orang lain untuk ikut makan bersamanya. Pertobatan Matius ini akan membuat ikatan persaudaraan di antara dia dan kawan-kawan sekerjanya putus, namun sekarang rumahnya dipenuhi dengan para pemungut cukai, dan sebagian dari mereka pasti akan mengikut dia seperti dia mengikut Kristus. Demikianlah yang dilakukan Andreas dan Filipus (Yoh. 1:41,46; 4:29; Hak. 14: 9).
Ketidaksenangan orang-orang Farisi akan hal ini (Mat. 9 : 11). Mereka mencela perbuatan Kristus ini; "Mengapa gurumu makan bersama-sama dengan pemungut cukai dan orang berdosa?"
Kita tau tentang orang-orang Farisi. Mereka dikenal sebagai orang yang sombong, suka mengagungkan diri, dan suka mencari-cari kesalahan orang lain. Perilaku mereka sama dengan orang-orang pada zaman nabi-nabi dulu yang berkata, "Menjauhlah, janganlah meraba aku, aku lebih kudus daripada engkau!" (Yes. 65:5). Mereka sangat tegas dalam menghindari orang-orang berdosa, tetapi tidak dalam menghindari dosa. Dalam hal kesalehan lahiriah, tidak ada orang lain yang lebih giat dan bersemangat daripada mereka ini, namun dalam hal menentang kuasa ilahi juga tidak ada musuh yang sedemikian hebatnya seperti mereka. Mereka ingin memelihara tradisi nenek moyang dengan baik, jadi mereka menularkan kepada orang lain semangat yang sama yang menguasai diri mereka sendiri.
Mereka tidak mengajukan keberatan itu kepada Kristus secara langsung, sebab mereka tidak punya cukup keberanian untuk menantang-Nya dengan keberatan itu. Pikir mereka, walaupun persoalan ini seharusnya dengan Sang Guru, namun murid-murid itu pun ada bersama-sama dengan para pemungut cukai itu; murid-murid melakukan perbuatan itu karena Sang Guru yang terlebih dulu melakukannya. Pikir mereka, kesalahan Sang Guru sebagai nabi seharusnya lebih besar daripada si murid; martabat-Nya seharusnya menjauhkan Dia dari berkumpul dengan orang-orang seperti ini. Jadi, begitulah, karena tersinggung dengan Sang Guru, mereka malah bertengkar dengan murid-murid.
Hal ini mau menunjukkan kepedulian orang-orang Kristen supaya mampu untuk membela dan membenarkan Kristus, ajaran-ajaran serta hukum-hukum-Nya, dan siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu (1Ptr.3:15). Sementara Kristus menjadi Pembela kita di sorga, marilah kita menjadi pembela-pembela-Nya di bumi, dan menerima penghinaan bagi-Nya sebagai bagian kita sendiri.
Yesus mendengarkan apa yang diperbutkan antara murid-murid-Nya dan Orang Farisi. Ia membuktikan pentingnya permasalahan yang dihadapi pemungut cukai ini: bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit. Para pemungut cukai itu sedang sakit, dan mereka memerlukan seseorang untuk membantu dan menyembuhkan mereka. Sebaliknya, orang-orang Farisi berpikir bahwa mereka tidak sakit dan memerlukan bantuan itu.
Mengapa Yesus mengatakan demikian? Karena dosa adalah penyakit jiwa; orang berdosa itu sakit secara rohani. Kejahatan berawal dari penyakit jiwa, sedangkan pelanggaran yang dilakukan adalah luka-lukanya, atau pecahnya penyakit jiwa itu. Penyakit ini membuat cacat, lemah, gelisah, membuat orang menjadi kurus kering dan bahkan bisa membunuhnya, tetapi, syukur kepada Allah, penyakit ini dapat disembuhkan. Dan Yesus adalah Tabib Agung yang menyembuhkan penyakit baik secara rohani maupun jasmani.
Ada banyak dari kita yang membayangkan bahwa kita sehat, dan tidak memerlukan Kristus dan bisa baik-baik saja tanpa-Nya, seperti jemaat di Laodikia (Why. 3:17). Jadi, orang Farisi tidak mengingini perkataan dan perbuatan Kristus, bukan karena mereka tidak memerlukan Dia.
Hari ini kita diajarkan untuk menunjukkan di mana sebenarnya letak agama yang benar; bukan dalam ibadah-ibadah lahiriah saja. Letak agama yang benar juga bukan dalam makanan dan minuman, pamer kesucian dalam pendapat-pendapat sepele mengenai hal tertentu dan perselisihan yang menimbulkan keraguan, melainkan dalam berbuat segala kebaikan yang bisa kita lakukan terhadap tubuh dan jiwa orang lain. Itu terletak dalam kebenaran dan kedamaian, dan dalam mengunjungi yatim piatu dan janda-janda.
Kristus datang ke dunia menjelma menjadi manusia untuk menyelamatkan manusia.Tugas-Nya adalah memanggil orang untuk bertobat. Ini adalah tugas-Nya yang utama dan semua khotbahnya cenderung menekankan hal ini. Perhatikanlah, panggilan Injil adalah panggilan untuk bertobat; panggilan bagi kita untuk mengubah pikiran dan cara-cara hidup kita.
Semakin sadar kita akan dosa, semakin terbukalah hati untuk menyambut Kristus dan Injil-Nya. Siapa saja pasti lebih suka memilih berada bersama-sama orang yang menginginkan kehadirannya, dan bukan bersama-sama dengan orang yang lebih ingin merampas tempatnya. Kristus tidak datang dengan harapan akan berhasil di antara orang-orang benar, yaitu mereka yang menyombongkan dirinya demikian, karena orang-orang semacam ini pasti akan segera merasa muak dengan Juruselamat mereka dan bukannya muak dengan dosa mereka. Karena itu, terlebih suka Ia mengunjungi orang-orang yang dengan rendah hati mau mengakui bahwa mereka orang berdosa. Kepada merekalah Kristus mau datang, karena di antara merekalah Ia disambut.
Panggilan Matius pemungut cukai itu sendiri bukanlah sebuah panggilan tanpa konsekuensi. Ketika Allah memanggil, Ia memberikan anugerah dan sekaligus tanggung jawab. Mengikut Tuhan Yesus berarti meninggalkan seluruh kehidupan yang lama, termasuk pekerjaan yang telah memberikan suatu jaminan dan kemakmuran. Dan, Matius melepaskan semuanya itu. Keputusannya ini akan menjadi sebuah tekad tanpa kemungkinan untuk kembali. Ia mencatat peristiwa pemanggilannya dengan kata-kata "Maka berdirilah Matius lalu mengikut dia". Ia sudah memilih apa yang paling bernilai dalam hidupnya.
Apakah kita seperti Matius yang menjawab panggilan-Nya mengikut Tuhan Yesus? Ataukah Anda seperti orang Farisi yang tidak merasa perlu mengikut Dia?
Komentar
Posting Komentar